Thursday 21 February 2019

6 Hal yang Harus Diketahui tentang Pemilu Indonesia 2019



Pemilu  Indonesia yang akan datang akan menjadi salah satu pemilu terbesar di dunia, karena 193 juta orang Indonesia akan memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif di seluruh negeri. Ketika para pemilih Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara, mereka akan diberikan lima kertas suara yang berbeda: abu-abu untuk presiden dan wakil presiden, kuning untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), merah untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), biru untuk DPRD provinsi, dan hijau untuk DPRD kabupaten atau kota. Berikut rangkuman enam fakta penting jelang pemilu Indonesia tanggal 17 April 2019 nanti.
Oleh: Tim Mann (University of Melbourne)
Pada bulan April, hingga 193 juta pemilih yang memenuhi syarat di Indonesia akan menuju ke tempat pemungutan suara. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif lokal dan nasional akan dipilih pada hari yang sama.
Jadi, apa saja fakta penting yang perlu Anda perhatikan terkait Pemilu di Indonesia?

1. PARA PESERTA PEMILU

Pilpres 2019 akan menjadi pertandingan ulang antara Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Prabowo Subianto, mantan jenderal militer yang terlibat dalam penculikan aktivis mahasiswa antara tahun 1997 dan 1998.
Keduanya telah berhadapan dalam pemilu 2014 yang sengit, yang melihat citra Jokowi sebagai seorang reformis yang bersih, dengan sedikit ikatan dengan militer dan elit politik yang membawanya menuju kemenangan.
Tetapi reputasi Jokowi selama lima tahun telah ternoda. Dia telah mengecewakan banyak pendukungnya di masyarakat sipil, dengan mengabaikan janji kampanye untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, dan dengan pilihannya sebagai wakil presiden, ulama Islam konservatif Ma’ruf Amin.
Akibatnya, ketidakpuasan pemilih telah menyebabkan gerakan yang semakin berkembang, yang menyatakan bahwa mereka lebih memilih golput, daripada memilih salah satu kandidat yang ditawarkan.
Walau Ma’ruf dikabarkan bukan pilihan pertama Jokowi untuk menjadi pasangannya, namun dia dipilih sebagian untuk menangkis kritik bahwa Jokowi tidak Islami. Dan tampaknya itu berhasil—upaya untuk mempolitisasi agama dalam kampanye 2019 sejauh ini agak datar.
Jokowi dan Ma’ruf didukung oleh sembilan partai, yang mewakili sekitar 60 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sementara Prabowo dan pasangannya, mantan Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno, didukung oleh lima partai. Para pasangan calon harus dapat menunjukkan bahwa mereka mendapat dukungan dari partai-partai yang memegang setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari total suara pada pemilu terakhir.
Pemilih Indonesia akan diberikan lima kertas suara yang berbeda pada hari pemilu. (Foto: Getty Images)
Dua bulan sebelum pemilu, sepertinya akan sulit bagi Prabowo untuk mengejar Jokowi. Tetapi Jokowi adalah seorang juru kampanye yang lemah sementara Prabowo kuat, dan para pemilih Indonesia tidak dikenal karena kesetiaannya kepada partai.

2. PEMILU SERENTAK

Ketika para pemilih Indonesia pergi ke tempat pemungutan suara pada tanggal 17 April, mereka akan diberikan lima kertas suara yang berbeda: abu-abu untuk presiden dan wakil presiden, kuning untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), merah untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), biru untuk DPRD provinsi, dan hijau untuk DPRD kabupaten atau kota.
Ini akan menjadi pertama kalinya pemilu legislatif dan presiden diadakan pada hari yang sama. Enam belas partai akan bersaing untuk 575 kursi di DPR.
Belum diketahui bagaimana pengenalan pemilu legislatif dan presiden secara serentak akan mempengaruhi pola suara, atau koalisi politik di legislatif pada periode setelah pemilu.
Media telah terpaku oleh pemilu presiden, dan hanya ada sedikit diskusi tentang platform partai atau janji-janji kandidat dan rekam jejak, dan tidak banyak rincian kebijakan juga.
Karena para pemilih akan memilih pejabat publik di lima tingkat jabatan publik yang berbeda, mereka diharapkan memilih dari 250 hingga 450 kandidat di daerah pemilu tempat mereka memilih.
Ini bukan tugas yang mudah, dan yang memperburuk keadaan, LSM terkemuka yang berfokus pada pemilihan umum di Indonesia, telah menunjukkan bahwa seperempat dari kandidat yang bersaing untuk mendapatkan kursi di DPR belum mengungkapkan rincian pribadi mereka di situs web Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Enam belas partai akan bersaing untuk 575 kursi di DPR pada pemilu mendatang. (Foto: Shutterstock)
Dengan para pemilih tidak memiliki banyak dasar untuk pilihan mereka, banyak pengamat khawatir bahwa pembelian suara—yang sudah dianggap tersebar luas dalam pemilihan legislatif Indonesia—akan meningkat pada pemilu 2019.

3. SALAH SATU PEMILU TERBESAR DI DUNIA

Pemilu ini mewakili salah satu pemilu terbesar di dunia. Menurut KPU, 192,8 juta pemilih berhak untuk memberikan suara mereka di salah satu dari 809.500 TPS yang tersebar di seluruh nusantara.
Yang luar biasa, lebih dari 300 ribu kandidat kini berkampanye, bersaing untuk 20.528 kursi di 34 provinsi di Indonesia, dan lebih dari 500 kabupaten dan kota.
Pada hari pemilu, tempat pemungutan suara biasanya buka dari pukul 7 pagi sampai pukul 1 siang. Suara kemudian dihitung oleh para pejabat pemilu di depan masyarakat, bersama dengan para pengamat pemilu dan saksi partai.
Kemudian mulailah proses “rekapitulasi” yang panjang, di mana suara dikumpulkan dan diumumkan di tingkat kecamatan, kabupaten, kemudian provinsi—sebuah proses yang secara historis rentan terhadap manipulasi.
Meskipun hasil resmi harus menunggu sampai beberapa minggu setelah pemilu, namun “penghitungan cepat” oleh perusahaan polling terkemuka akan memberikan indikasi hasil yang kuat pada malam hari saat pemungutan suara.
Lebih dari 300 ribu kandidat sekarang berkampanye, bersaing untuk 20.528 kursi. (Foto: Shutterstock)

4. KUOTA UNTUK KANDIDAT PEREMPUAN

Pengenalan kuota untuk kandidat perempuan telah menyebabkan keterwakilan perempuan meningkat secara signifikan, dari hanya sembilan persen dalam pemilu demokratis pertama yang diadakan setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1999. Namun, selama dua pemilu terakhir, perwakilan perempuan di legislatif nasional telah mandek sekitar 18 persen.
Menurut peraturan pemilu Indonesia, agar memenuhi syarat untuk bersaing, partai politik harus memiliki setidaknya 30 persen kandidat perempuan.
Para kandidat ini harus didistribusikan dengan cara satu wanita untuk setiap dua pria. Indonesia menggunakan sistem pemilu “proporsional terbuka”, yang berarti para pemilih bebas untuk memilih kandidat mana yang mereka sukai, tetapi kandidat di bagian atas daftar partai jauh lebih mungkin untuk dipilih.
Para pengamat pemilu telah menyatakan kekhawatirannya, bahwa dalam pemilu 2019, hanya 19 persen kandidat perempuan telah ditempatkan di posisi pertama di kertas suara, dibandingkan dengan 30 persen kandidat perempuan selama pemilu 2014.

5. PEMILIH MUDA

Menurut KPU, sekitar 40 persen pemilih yang memenuhi syarat adalah milenial berusia 17 hingga 35 tahun. Dan banyak dari mereka akan memberikan suara untuk pertama kalinya. Jadi pemungutan suara milenial baru dianggap sebagai kunci kemenangan.
Representasi perempuan di badan legislatif nasional mengalami stagnasi sekitar 18 persen. (Foto: Wikimedia)
Tetapi sebagian besar upaya untuk menarik pemilih muda ini lancar, dengan melibatkan unggahan media sosial, dan aksi publisitas seperti penampilan di konser rock. Akhir tahun lalu, partai Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), bahkan merilis sederet pakaian bertema PDI-P.
Pemilih muda biasanya dilihat sebagai pengguna media sosial yang cerdas, berpendidikan tinggi, kelas menengah, dan perkotaan—tetapi dalam kenyataannya, hanya sebagian kecil dari milenial yang cocok dengan stereotip ini.
Para pemilih muda jauh dari kelompok yang homogen, dan banyak dari mereka yang terhubung secara onlinejuga memiliki pandangan yang sangat konservatif.
Satu survei terhadap siswa sekolah dan mahasiswa oleh Universitas Islam Negeri Jakarta pada akhir tahun 2017, menemukan bahwa 33 persen Muslim muda percaya bahwa tindakan intoleransi terhadap minoritas “tidak masalah”, dan 34 persen bahkan percaya bahwa orang yang tidak beriman harus dibunuh.

6. TAKTIK KOTOR, HOAKS, DAN MISINFORMASI

Indonesia adalah salah satu pasar media sosial terbesar di dunia, menjadikannya tanah subur bagi penyebaran hoaks dan kesalahan informasi.
Indonesia memiliki jumlah pengguna Facebook tertinggi keempat di dunia, yaitu 130 juta, dan juga jumlah pengguna yang tinggi untuk Twitter, Instagram, WhatsApp, dan Line.
Beberapa tahun terakhir telah melihat peningkatan besar-besaran dalam manipulasi media sosial untuk tujuan politik dengan pasukan yang disebut “buzzer“, yang dibayar untuk mendorong pesan-pesan tertentu di media sosial, dan memastikan bahwa tagar atau topik tertentu tren di media sosial itu. Hanya sebagian kecil pemilih yang aktif di Twitter, tetapi taktik ini dapat memengaruhi pelaporan di media arus utama.
Moderator debat presiden berswafoto dengan Joko Widodo dan Prabowo Subianto. (Foto: Getty Images)
Kekhawatiran yang lebih besar, bagaimanapun, adalah WhatsApp, di mana penyebaran desas-desus dan hoaks jauh lebih sulit untuk dipantau atau dikendalikan. Grup WhatsApp dapat menjadi ruang gema, dengan informasi yang salah dan rumor dibagikan dengan cepat di antara kontak pribadi.
Awal tahun 2019, WhatsApp mengumumkan bahwa mereka hanya akan memungkinkan pengguna untuk meneruskan pesan sebanyak lima kali, dalam upaya untuk mengatasi penyebaran informasi yang salah di Indonesia.
Skala pemilu Indonesia—di samping beberapa masalah yang mendominasinya—menjadikan hari pemilu serentak terbesar di dunia ini, harus disaksikan pada tahun 2019.
Keterangan foto utama: Ma’ruf Amin (kiri) bersama Presiden Joko Widodo dan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Uno (kanan). (Foto: Getty Images)

No comments:

Post a Comment

SPONSOR