Monday 31 December 2018

Setelah Menempuh Perjalanan Hampir 7 Bulan, Pesawat InSight Milik NASA Akhirnya Berhasil Mendarat Di Planet Mars

Setelah Menempuh Perjalanan Hampir 7 Bulan, Pesawat InSight Milik NASA Akhirnya Berhasil Mendarat Di Planet Mars

Setelah menempuh perjalanan sejauh 548 juta kilometer selama hampir tujuh bulan, pesawat milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akhirnya mendarat di planet Mars, Senin (26/11/18) sore waktu Amerika atau Selasa dini hari WIB.

Beberapa menit setelah pendaratan, pesawat yang diberi nama "InSight" itu mengirim sinyal resmi untuk mengumumkan kondisinya baik dan semua mekanisme bisa bekerja. Selain itu juga dikirim foto permukaan tempatnya mendarat.

Para staf pengendali misi di Laboratorium Propulsi Jet (Jet Propulsion Laboratory/JPL) NASA di dekat Los Angeles, California, pun meledak dalam kegembiraan dan perayaan. Pendaratan itu disiarkan langsung ke seluruh dunia, dan juga tampil di layar raksasa Bursa Saham Nasdaq, Times Square, New York City.

"Hari ini, kami berhasil mendarat kembali di Mars untuk kedelapan kalinya dalam sejarah umat manusia," kata Administrator NASA Jim Bridenstine."InSight akan mempelajari interior Mars dan mengajarkan kita ilmu yang sangat bernilai, sembari kami bersiap untik mengirim astronot ke bulan dan kemudian ke Mars. Prestasi ini mencerminkan kecerdasan Amerika dan para mitra internasional kami, dan menjadi bukti dedikasi serta pengabdian tim kami. Yang terbaik dari NASA belum datang, tetapi akan segera tiba."

InSight, kependekan dari "Interior Exploration using Seismic Investigations, Geodesy and Heat Transport", akan mengeksplorasi satu wilayah di Mars. Pesawat ini diluncurkan pada 5 Mei lalu.

InSight akan menyelidiki bagian bawah permukaan Planet Merah itu untuk membantu para ilmuwan mempelajari asal mula sejarah terbentuknya planet.

Pesawat seberat 360 kg itu akan tinggal di sana selama 24 bulan, atau sekitar satu tahun Mars, untuk mempelajari lapisan planet Mars. Sumber tenaga memakai panel surya yang mengembang seperti sayap begitu mendarat.

Untuk sampai ke sana, InSight terbang dengan kecepatan puncak 9.920 km per jam dan saat mencapai lapisan tipis atmosfer Mars kecepatannya meningkat menjadi 19.795 km per jam. Setelah itu melambat hingga 8 km per jam agar bisa mendarat dengan lembut.

Sekitar 20 menit sebelum mendarat, InSight melepaskan diri dari mesin yang membawanya sepanjang perjalanan dari bumi, lalu menggunakan parasut untuk mendarat. Sebelum sampai ke permukaan, tiga kakinya terbuka untuk menjejak.

"Kami telah mempelajari Mars dari orbit dan permukaan sejak 1965, mencari tahu tentang cuaca, atmosfer, geologi, dan susunan kimiawi di permukaan," kata ilmuwan NASA Lori Glaze.

"Sekarang, akhirnya kami bisa mengeksplorasi isi di dalam Mars dan memperdalam pengetahuan kami tentang tetangga kita di luar angkasa itu, karena NASA bersiap mengirim penjelajah manusia lebih jauh lagi ke Tata Surya."

Instrumen utama yang dibawa InSight adalah seismometer buatan Prancis yang dirancang untuk bisa mendeteksi vibrasi seringan apa pun akibat dari gempa Mars (marsquakes) atau dari benturan meteor. Alat ini begitu sensitif sehingga bisa mengukur gelombang seismik hanya setengah dari radius sebuah atom hidrogen.

Para ilmuwan berharap bisa mendapat data dari 100 kali gempa Mars selama misi ini, untuk membantu mereka menghitung kedalaman, kepadatan, dan komposisi inti planet itu dan juga lapisan batu yang melindunginya serta lapisan terluar yang disebut the crust.

Instrumen kedua dibuat oleh Jerman, yaitu bor untuk menggali hingga kedalaman 5 meter dengan membawa alat pengukur panas seperti tali.

Lalu sebuah radio transmitter yang akan mengirim sinyal untuk melacak rotasi Mars sehingga bisa digunakan untuk mengetahui ukuran inti planet.

NASA mengatakan dibutuhkan dua sampai tiga bulan untuk mengeluarkan dan mengoperasikan instrumen-instrumen itu.

Sumber: CNN, Reuters

Sunday 30 December 2018

Walau Paham Ancaman Tsunami, Indonesia Masih Kekurangan Sistem Deteksi

Walau Paham Ancaman Tsunami, Indonesia Masih Kekurangan Sistem Deteksi

Walau memahami adanya ancaman tsunami, namun Indonesia masih kekurangan sistem deteksi tsunami. Pihak berwenang mengakui, bahwa banyak nyawa bisa terselamatkan jika negara itu memiliki sistem peringatan tsunami yang memadai. Bahkan dengan kekurangannya, sistem yang ada dapat mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh aktivitas seismik. Tetapi sistem ini tidak diatur untuk mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh aktivitas gunung berapi, meskipun ancaman ini telah dipahami dengan baik oleh para ilmuwan.
Oleh: Tria Dianti, Richard C. Paddock, dan Muktita Suhartono (The New York Times)
Seorang nelayan yang berusia 30 tahun sedang berada di rumahnya, menonton televisi, pada Sabtu (22/12) malam, ketika dia mendengar suara dentuman yang keras di lepas pantai.
Damin—nelayan yang tinggal di pantai barat pulau Jawa itu—terbiasa mendengar suara ledakan pulau vulkanik, Anak Krakatau, yang telah meletus hampir setiap hari sejak bulan Juni. Tapi kali ini, aumannya sangat keras, katanya pada Selasa (25/12).
“Kami terbiasa mendengar ledakan seperti itu, tetapi yang ini suaranya sangat besar,” kata Damin. “Ledakannya berbeda, seperti bom yang meledak.”
Suara itu ternyata menjadi satu-satunya peringatan dari gelombang pembunuh, yang menurut teori para ilmuwan dihasilkan oleh tanah longsor besar, baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Gelombang itu meraung ke darat dalam kegelapan, tidak sampai setengah jam kemudian. Tinggi gelombangnya lebih dari 16 kaki—lima kali lipat lebih tinggi dari apa yang awalnya dilaporkan pihak berwenang.
Indonesia—negara kepulauan dengan 127 gunung berapi aktif dan sering mengalami gempa bumi—telah berulang kali dilanda tsunami mematikan, termasuk dua tsunami dalam empat bulan terakhir.
Meskipun ada kemajuan ilmiah dalam deteksi dini tsunami, namun negara ini tetap rentan. Dan tidak ada cara untuk mendeteksi dengan tepat jenis tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12) lalu, yang dihasilkan dari tanah longsor yang disebabkan oleh letusan gunung berapi, dan mendorong sejumlah besar air laut yang menyerang ribuan orang Indonesia yang tidak menaruh curiga di daratan.
“Tidak ada evakuasi,” Sutopo Purwo Nugroho, juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengatakan kepada para wartawan pada Selasa (25/12). “Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mengungsi.”
Sutopo juga berterus terang tentang alasannya.
“Tidak ada peringatan dini tsunami karena kita, Indonesia, tidak memiliki sistem peringatan dini tsunami yang dipicu oleh tanah longsor dan letusan gunung berapi di bawah laut,” katanya.
Tsunami terburuk Indonesia di zaman modern adalah tsunami Samudra Hindia tahun 2004, yang membuat sekitar 200 ribu orang tewas atau hilang di Sumatra bagian utara.
Setelah bencana tersebut, Indonesia mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kejadian itu, termasuk pembangunan menara evakuasi di Aceh—provinsi yang paling terkena dampak—dan pembentukan sistem peringatan tsunami. Selesai pada tahun 2008, sistem peringatan itu terdiri dari sensor seismografi, pelampung, pengukur pasang surut, dan GPS.
Tetapi biaya perawatan sistem peringatan tersebut mahal, dan bagian-bagiannya telah rusak—termasuk pelampungnya, yang dirancang untuk mendeteksi perubahan permukaan laut dan mengirimkan informasi secara elektronik ke pusat data, yang dapat memperingatkan pihak berwenang setempat akan bahaya tsunami.
Pihak berwenang awalnya mengatakan bahwa tsunami Selat Sunda itu setinggi tiga kaki, tetapi kemudian mereka mengakui bahwa itu berkali-kali lebih tinggi. (Foto: Reuters/Antara Foto)
Ketika gempa bumi memicu tsunami mematikan yang melanda pulau Sulawesi pada bulan September—yang menewaskan 2.100 orang—tidak ada data yang diterima dari pelampung-pelampung itu. Dan peringatan yang dipicu oleh sistem sensor seismografik hanya dapat disebarluaskan seadanya, karena beberapa menara transmisi sinyal ponsel telah tumbang karena gempa.
Damin mengatakan, dia telah waspada terhadap kemungkinan bahwa letusan pada Sabtu (22/12) itu berbahaya bagi desanya.
Dia melihat ke arah laut sekitar setengah jam setelah dia mendengar suara yang menakutkan itu. Saat itulah dia melihat gelombang pertama tsunami mendekat. Dia mulai berlari bersama istri dan ibunya ke tempat yang lebih tinggi.
“Saya menyeret istri dan ibu saya,” katanya. “Lari cepat! Pergi! Cepat!” Dia ingat berteriak pada mereka.
Gelombang kedua, yang jauh lebih besar, menyusul mereka saat mereka berlari. Gelombang itu menyapu mereka tetapi mereka berhasil selamat.
Ketika mereka kembali ke rumah mereka di dekat pantai, tidak ada yang tersisa.
“Gelombang itu memusnahkan rumah saya dan semua barang yang ada di dalamnya,” katanya.
Setidaknya 429 orang tewas dan hampir 1.500 lainnya terluka dalam tsunami Selat Sunda, yang melanda Jawa Barat dan Sumatra Selatan. Korban sebagian besar merupakan orang-orang di pantai yang sedang menikmati liburan akhir pekan.
Tetapi pihak berwenang mengakui, bahwa banyak nyawa bisa terselamatkan jika negara itu memiliki sistem peringatan tsunami yang memadai.
Bahkan dengan kekurangannya, sistem yang ada dapat mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh aktivitas seismik. Tetapi sistem ini tidak diatur untuk mendeteksi tsunami yang disebabkan oleh aktivitas gunung berapi, meskipun ancaman ini telah dipahami dengan baik oleh para ilmuwan, dan teknologi telah mendeteksi bahwa ancaman itu ada.
“Sistem peringatan dini bencana di Indonesia masih jauh dari memuaskan,” kata Sutopo.
Pihak berwenang awalnya mengatakan bahwa tsunami Selat Sunda setinggi tiga kaki, perkiraan mereka kemudian naik menjadi 10 kaki. Sutopo mengatakan pada Selasa (25/12), bahwa gelombang tersebut lebih tinggi, mencapai lebih dari 16 kaki di beberapa daerah.
Salah satu daerah dengan gelombang paling tinggi adalah Sumur, termasuk desa Damin, Sumber Jaya. Hampir semua rumah di desa itu rusak atau hancur.
Anggota masyarakat telah diperingatkan pada Senin (24/12) untuk menjauh dari pantai Selat Sunda selama setidaknya dua hari, karena takut Anak Krakatau dapat memicu tsunami lagi.
Gunung berapi itu telah muncul dari kawah Krakatau, yang meletus pada tahun 1883 di salah satu peristiwa terbesar yang pernah tercatat.
Di Sumur, hampir semua rumah rusak atau hancur. (Foto: The New York Times/Kemal Jufri)
Tetapi banyak warga, termasuk Damin, kembali ke rumah mereka pada Selasa (25/12) untuk memeriksa kerusakan dan menyelamatkan apa yang mereka bisa selamatkan.
Pada suatu sore di Sumber Jaya, seseorang berteriak bahwa gelombang besar datang, mendorong ratusan orang yang panik berlari ke tempat yang lebih tinggi. Di antara mereka ada petugas polisi dan personel SAR yang membantu evakuasi.
Tapi, itu peringatan palsu.
Penduduk lain, Tati Hayati (51 tahun), juga kembali ke desanya, di mana sehari-hari ia mencari nafkah dengan menjual gas ke nelayan.
Dia berkata bahwa dia mencoba melarikan diri dari tsunami bersama anak-anak dan cucunya, dengan menaiki mobil SUV.
Gelombang kedua tsunami membalik dan menggulingkan mobilnya sejauh 100 kaki, merobek pintu belakangnya, katanya.
“Tiba-tiba semuanya gelap,” katanya. “Mulut saya dipenuhi pasir dan air. Saya tidak bisa bernapas. Saya pikir saya akan mati.”
Dia memperkirakan gelombangnya sekitar 13 kaki tingginya. Gelombang itu menceraiberaikan keluarganya, tetapi semuanya selamat, termasuk suaminya, yang terperangkap di sisi pengemudi selama berjam-jam.
Kerusakan di sepanjang pantai itu luas, tetapi juga berbeda-beda. Beberapa desa pesisir rusak berat, sementara yang lain di wilayah itu sebagian besar selamat tanpa cedera.
Di bagian utara, di desa Sambolo, Halimi sedang bermain kartu di depan rumahnya pada Sabtu (22/12) malam, ketika sebuah ombak besar melintasi jalan dan mendekat dengan kekuatan yang tidak biasa.
Dia dan teman-temannya tidak menyadari bahwa itu adalah gelombang pertama tsunami. Saat air surut, mereka masih terus bermain.
Gelombang berikutnya tiba beberapa menit kemudian dan gelombang itu jauh lebih besar, lebih dari 12 kaki, katanya. Gelombang itu menyapu dia, teman-temannya, dan kedua cucunya.
“Saya pikir saya akan mati,” kata Halimi (54 tahun).
Rumahnya mengalami kerusakan parah tetapi mereka selamat, termasuk cucunya yang berusia 4 bulan, Raka Septian Pratama, yang berada di bawah tempat tidur.
“Itu adalah keajaiban,” kata Halimi, “Tuhan telah menyelamatkannya.”
Keterangan foto utama: Kerusakan di Sumur, Indonesia, pada Selasa (25/12). Negara itu tidak memiliki cara untuk mendeteksi jenis tsunami yang dihasilkan pada akhir pekan lalu. (Foto: The New York Times/Kemal Jufri)

Monday 24 December 2018

Selain Krakatau, Pulau Ini Juga Lahir Akibat Aktivitas Gunung

Selain Krakatau, Pulau Ini Juga Lahir Akibat Aktivitas Gunung

Terletak 30 kilometer dari pantai selatan Islandia terdapat sebuah pulau kecil bernama Surtsey.
Pulau ini berusia lebih dari 50 tahun dan tercatat sebagai pulau termuda di dunia.
Sama seperti Krakatau yang ada di Selat Sunda, pulau Surtsey ini muncul ke permukaan laut akibat aktivitas gunung api.Karena hal ini, banyak yang menyebut jika Surtsey merupakan saudara kembar dari Krakatau.
Gunung ini lahir pada tahun 1963 hingga 1967 saat terjadinya serangkaian erupsi.
Pulau Surtsey ini terletak 32 km di selatan Pulau Heimaey, Islandia.Sejak kelahirannya, gunung ini dilindungi dengan ketat dari aktivitas manusia.
Menariknya, kelahiran pulau Surtsey ini sempat disaksikan langsung oleh awak kapal pukat yang tengah berlayar di sekitarnya.Dari kejauhan, kapten kapal awalnya mengira kepulan asap yang ia lihat berasal dari sebuah kapal yang terbakar.
Namun dalam beberapa hari, pulau baru ini bisa berukuran lebih dari 500 meter dengan tinggi mencapai 45 meter.
Sama seperti Krakatau, Surtsey merupakan laboratorium alami bagi proses kolonisasi area oleh flora dan fauna.
Hingga saat ini, sudah terdapat 60 jenis tumbuhan tingkat tinggi atau vascular plant, 27 jenis lumut daun atau bryophyta, 71 jenis lumut kerak atau lichens, dan 24 jenis jamur atau fungi di pulau Surtsey ini.
Selain itu, terdapat juga 89 jenis burung serta 335 jenis invertebrata di pulau ini.Pulau Surtsey ini dikelola oleh Kementrian Lingkungan Hidup, Kebijakan dan Urusan Luar Negeri Islandia.
Untuk tingkat lokal, kawasan alam pulau Surtsey ini dikelola oleh Nature Reserve Officer.
Pengaturan kunjungan merupakan isu utama dalam pengelolaan kawasan.
Kunjungan ke Surtsey dibatasi hanya untuk penelitian dan pendokumentasian kawasan ini.
Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi dampak manusia pada ekosistem pulau, menjaga proses kolonisasi flora dan fauna, suksesi biotik, dan pembentukan formasi geologi agar berlangsung lebih alami.
Dengan demikian, tujuan untuk menjadikan kawasan ini sebagai laboratorium alami dapat tercapai.
Pulau Surtsey ini sejak 1965, menurut Amusing Planet, telah ditetapkan sebagai cagar alam dan ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO.

Sebelum Tsunami, Langit Tanjung Lesung Berubah Misterius Jadi Warna Merah

Sebelum Tsunami, Langit Tanjung Lesung Berubah Misterius Jadi Warna Merah

Langit Tanjung Lesung berubah berwarna merah sebelum tsunami Selat Sunda menerjang kawasan Pandeglang dan Lampung Selatan, Sabtu (24/12/2018). Fenomena alam misterius itu terekam dalam jepretan foto Fahri, seorang warga Serang, Banten.
Farhan menceritakan detik-detik dia dihempas tsunami Selat Sunda yang menerjang wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Saat itu Farhan merupakan pegawai di Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Serang.
Sebelum terhempas tsunami sekitar 5 meter, Farhan dan beberapa rekan kerjanya sedang melakukan tugas evaluasi kunjungan hotel dan penginapan di wilayah wisata Anyer.Farhan melihat keanehan di langit sekitar wisata Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang di mana sore itu langit tampak memerah. Foto itu diambil di salah satu resort di sekitar Tanjung Lesung, dimana rombongan rehat sebelum melakukan tugas.
“Saya juga memotret langit saat sore sebelum magrib, cahanya Sunset itu aneh, biasanya orange, tapi saat itu memerah,” kata Farhan di ruang rawat inap Rumah Sakit Drajat Prawiranegara, Senin (24/12/2018).
Farhan pun tak menaruh curiga bakal datang bencana tsunami yang menerjang dirinya beserta rombongan. Sebab, situasi saat itu tampak biasa dan tak ada tanda-tanda apapun yang dapat memicu tsunami seperti adanya gempa. Beberapa jam berselang, dia bersama rombongan sedang makan malam di sebuah aula. Tiba-tiba saja terdapat sapuan ombak besar, namun masih dalam kapasitas kecil. Alirannya tak cukup besar menyapu bangunan.
Namun berselang beberapa menit, ombak kedua datang begitu besar. Dia memperkirakan setinggi 5 meter yang menyapu semua yang ada. Bahkan bangunan resort hancur.
“Gelombang kedua itu besar sekali. Yang lain saat ombak pertama sudah lari karena panik, tapi saya menyelamatkan handphone dulu karena menurut saya handphone bisa bermanfaat karena handphone saya kan anti air,” paparnya.“Kepala saya terhantam balok, saya serasa tak sadarkan diri. Tapi hati saya bilang, jangan pingsan, jangan pingsan, saya mencoba kuat. Saya terus berenang, tapi kaki saya seperti tertusuk kayu. Dari situ saya serasa pasrah karena sudah tak kuat lagi,” ceritanya serasa menahan sedih sambil menerawang.
Beberapa saat dia pun terombang ambing gelombang tsunami tak tahu arah. Dia hanya bisa pasrah karena sudah tak punya daya untuk berenang. Namun mukjizat datang. Dia kemudian menemukan batang pisang dan kemudian dia peluk dan akhirnya dia terselamatkan dan terdampar di sekitar pantai.
“Tapi saya serasa tak kuat lagi untuk bergerak. Kaki saya luka berat, saya tak berdaya,” katanya.
Saat terdampar di pantai, warga yang berada di sekitar lokasi dirinya terdampar justru menyebar isu bahwa ada tsunami susulan. Beberapa orang pun meminta dirinya untuk berlari. Namun dia tak sanggup lagi.
“Saya pasrah, tidak kuat lagi. Nafas saya serasa sudah di ujung tenggorokan. Bapak saja yang lari menyelamatkan diri,” katanya lirih.
Sementara 5 rekan kerjanya diketahui tewas setelah dihantam tsunami. (Bantennews.co.id

Rekaman Satelit Singkap Misteri Anak Kraktau dan Tsunami Anyer

Rekaman Satelit Singkap Misteri Anak Kraktau dan Tsunami Anyer

 Sebuah satelit milik badan antariksa Eropa (ESA) berhasil merekam perubahan pada Gunung Anak Krakatau yang diduga sebagai pemicu gelombang tsunami yang menewaskan lebih dari 200 orang di pesisir barat Banten dan selatang Lampung pada 22 Desember malam kemarin.
Berdasarkan pantauan satelit Sentinel-1 milik ESA, terlihat area sebelah selatan Anak Kraktau lenyap pada malam nahas itu. Area itu, menurut National Geographic, sangat luas. Menurut Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman, area longsoran di Anak Kraktau diduga seluas 64 hektare.
Fenomena longsoran seperti ini, menurut pakar geofisika Kanada, Mika McKinnon, bukan tak lazim."Gunung-gunung berapi kurang kuat mengikat lapisan bebatuan, sehingga setiap erupsi akan membuat batuan turun. Jadi setiap lapisan batuan miring ke arah kaki gunung," jelas McKinnon.
Karenanya, imbuh dia, tak butuh kekuatan besar untuk meruntuhkan susunan batuan yang membentuk gunung berapi. Jika longsoran batuan dari gunung berapi itu berukuran besar, maka akan memicu gelombang lautan bahkan tsunami, tanpa peringatan sama sekali.
"Bayangkan Anda memiliki seorang sepupu raksasa yang melempar sebuah kelereng ke dalam kolam," McKinnon beranalogi.
Tsunami lazimnya dipicu oleh letusan gunung berapi dan patahan lempeng Bumi. Fenomena alam seperti ini biasanya lebih dulu memicu gempa bumi, sehingga masyarakat punya waktu untuk melakukan evakuasi sebelum tsunami menyapu.
Tsunami juga bisa dipicu oleh runtuhnya gletser di kutub dan longsor. Dua pemicu ini sangat berbahaya karena tak disertai gempa bumi.Tetapi longsoran biasanya memicu getaran-getaran berfrekuensi rendah dan gelombang-gelombang ini terdeteksi dengan baik oleh sejumlah stasiun penelitian di berbagai tempat di dunia di sekitar waktu tsunami Anyer .
"Sinyal-sinyal itu ditemukan di Naypyitaw, Myanmar dan di sepanjang Jawa, Sumatera, serta Kalimantan," jelas Jamie Gurney dari UK Earthquake Bulletin.
Tak berhenti di situ, sinyal-sinyal itu juga terdeteksi hingga ke Arti di kawasan Ural, Rusia hingga Kambalda di Australia Barat.
Menurut model komputer yang dikembangkan oleh Andreas Schafer, peneliti dari Karlsruhe Institute of Technology, Jerman, gelombang laut akibat longsoran di Anak Krakatau menyebar ke arah tenggara atau barat daya.
Area pertama yang disapu tsunami adalah Marina Jambu, dekat Anyer - demikian hasil riset Schafer. Gelombang-gelombang itu butuh waktu 30 sampai 35 menit untuk sampai ke daratan.
Pusat dari semua gelombang itu adalah Gunung Anak Krakatau.

Mahakarya foto klasik Uni Soviet yang memukau mata dunia

Uni Soviet

Tanggal 2 Mei 1945, tiga prajurit dan seorang fotografer dari Tentara Merah memanjat ke atap Reichstag, gedung parlemen Jerman di Berlin, ibukota yang baru saja dibebaskan dari pendudukan Nazi.
Lalu seorang prajurit bergegas naik ke sebuah menara kecil dan mengibarkan kain yang belakangan diketahui sebagai bendera Uni Soviet.
Di belakang prajurit itu, terpahat siluet mengerikan dua patung pahlawan Jerman yang terbuat dari batu, di ujung menara.
Potret itu menjadi foto perang yang klasik dan menjadi pelajaran unik tentang batas abu-abu antara kebenaran dan sejarah.Foto berjudul Bendera Kemenangan karya Yevgeny Khaldei ditampilkan dalam pameran bertajuk Mahakarya Fotografi Soviet di Atlas Gallery, London, Inggris.
Pendiri galeri itu, Ben Burdett, menyebut "potret itu memiliki kisah besar dan nuansa misteri."
"Itu merupakan foto yang direka, tapi untuk tujuan yang baik, karena saat bendera itu pertama kali dikibarkan, tidak ada fotografer yang mengabadikannya."
"Jadi sang fotografer kembali keesokan harinya bersama sejumlah prajurit dan merancang ulang momen itu karena mereka ingin mengabadikan bendera Sovet di atas Reichstag," kata Burdett kepada BBC Culture.
Yevgeny KhaldeiHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto berjudul Banner of Victory karya Yevgeny Khaldei, diciptakan di Berlin, sekitar bulan Mei 1945.
Karena tak ada bendera, para prajurit itu membawa selembar kain yang belakangan disebut dijahit dari tiga serbet oleh paman dari sang fotografer dan diberi lambang palu-arit.
Merujuk laporan New York Times, ayah dan saudari perempuan Khaldei dibunuh pasukan Nazi.
Setelah melihat foto pengibaran bendera di Iwo-Jima yang diabadikan Joe Rosenthal dua bulan sebelumnya, Khaldei meminta pamannya membuat bendera sementara dan membawanya ke Berlin.
Tujuan Khaldei, ia dapat menciptakan potret ikonik versinya sendiri.
"Foto itu menjadi salah satu foto peperangan paling bersejarah," kata Burdett.
Max AlpertHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto karya Max Alpert, berjudul Combat!, diabadikan tahun 1942.
Belakangan, muncul fakta bahwa para prajurit saat itu menjarah barang-barang berharga dari para prajurit Jerman yang tewas. Laki-laki yang berdiri di latar foto mengenakan jam hasil jarahan di pergelangan tangannya.
Setelah itu, otoritas Soviet memutuskan tak ingin menampilkan fakta itu, bahwa para prajurit mereka merampas barang para tentara Jerman.
Potret yang muncul berikutnya pun dipoles. Pada satu versi foto, prajurit Soviet mengenakan tiga jam tangan -- dua di pergelangan tangan dan satu jam di tangan lainnya.
Namun foto yang paling banyak beredar memperlihatkan prajurit itu hanya mengenakan satu jam tangan, ada pula yang bahkan tidak mengenakan jam tangan sama sekali.
Ini persis seperti foto prajurit yang sekarat, karya Robert Capa, tapi versi Soviet. Ini foto perang yang klasik.
Lev BorodulinHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto ini berjudul Pyramid. Diabadikan oleh Lev Borodulin di Moskow pada 1954.

Memotret realitas

Potret itu merepresentasikan ambiguitas yang terangkai pada foto-foto lain dalam pameran itu, yang seluruhnya berasal dari koleksi personal fotografer berusia 95 tahun, Lev Borodulin.
Foto-foto itu secara tegas memproklamasikan Uni Soviet yang kuat -- dan secara terus-menerus memunculkan nuansa itu melalui teknik eksperimental.
"Terkadang foto meninggalkan impresi pertama sebelum foto yang sepenuhnya berbeda diungkap, ketika Anda mengetahui sejarah tentangnya," kata Maya Katznelson, kurator pameran di Atlas Gallery.
"Para fotografer Uni Soviet membuat karya hebat saat mereka menciptakan mitos berlebihan tentang peradaban Soviet."
Yakov KhalipHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto berjudul Torpedo, Kapal Perang Baltik, diciptakan Yakov Khalip tahun 1936.
"Menurut saya aktivitas mereka bisa disebut kepahlawanan. Menciptakan karya foto yang di satu sisi tepat ideologis tepat dan di sisi lain, dalam keterbatasan, mencari ekspresi artistik tertinggi," kata Katznelson.
"Borodulin adalah fotografer era Soviet yang mengabadikan banyak potret terkenal tentang kehidupan negaranya pada periode 1950-an hingga 1970-an, terutama ajang olahraga yang menampilkan hal atletis dan heroik," kata Burdett.
Terdorong oleh yang dideskripsikan Atlas sebagai 'pencarian panjang mengumpulkan dan mengawetkan beragam potret dari masa ketika seni dibatasi untuk agenda sosialis Soviet', Borodulin berhasil mengumpulkan koleksi 70 tahun terakhir yang berisi sekitar 10 ribu foto.
Samary GuraryHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFotografer Samary Gurary mengabadikan pertemuan Winston Churchill, Franklin Roosevelt and Joseph Stalin di Yalta, Uni Soviet, tahun 1945.
Foto itu mencakup periode Revolusi Soviet hingga dekade 1960-an. Koleksi itu terkumpul dari majalah, arsip, dan agen foto seperti TASS.
"Koleksi ini menyelamatkan banyak foto dari kerusakan, ini adalah satu dari koleksi awal karya fotografi dari Soviet," Katznelson.
Saat mengumpulkan beragam foto dari beberapa era, bagi Katznelson, potret dari Perang Dunia II sangat mengagumkan.
"Pada masa, ketika berada pada batas hidup dan mati, para jurnalis foto itu menciptakan karya terbaik."
"Beberapa foto sengaja dibuat untuk membakar semangat bangsa, sementara foto lainnya disembunyikan sangat lama dan tidak dipublikasikan hingga 10 tahun setelah perang berakhir," kata Katznelson.
Borodulin menemukan arti spesial dalam foto-foto itu. "Bagi saya ini sangat personal," ujar Borodulin dari kediamannya di Tel Aviv.
Semyon FridlyandHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionPotret berjudul Girl from the Volga ini diabadikan fotografer Semyon Fridlyand.
"Banyak sanak anggota keluarga saya terbunuh, bahkan mungkin semuanya. Saya terluka dua kali, saya menjadi bagian dari detasemen yang bertempur dari Moskow hingga Berlin."
"Peperangan mengubah hidup saya dan situasi negara saya. Perang mengubah hidup banyak orang yang saya kenal dan saya ingin masyarakat tidak melupakannya," kata Borodulin.
Ketika Khaldei mengabadikan kejatuhan Berlin dalam fotonya, masih terjadi pertempuran di Reichstag. Menurut Borodulin, Khaldei mempertaruhkan nyawanya untuk foto itu. Dua orang ini belakangan berhubungan erat.
"Khaldei adalah teman dekat saya. Kami menghabiskan banyak waktu bersama untuk mengingat peperangan."
"Dan setiap kali saya datang ke studio kecil tempatnya tinggal, saya melihat foto itu, barangkali lebarnya satu meter. Kami duduk persis di depannya," ucap Borodulin.
Arkady ShaikhetHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionKarya fotografer Arkady Shaikhet, berjudul Komsomol Member at the Wheel, dibuat tahun 1929.
Koleksi foto Borodulin menawarkan cara pandang lain melihat sejarah Rusia. "Ragam foto ini sangat luas, mencakup seluruh era kepemimpinan Stalin, semua periode Soviet, Perang Dunia II, Perang Dingin, dan yang lainnya," kata Burdett.
"Beberapa foto diabadikan pada era Stalin yang paling kelam-dari sudut pandang sejarah, koleksi itu menjadi sumber luar biasa untuk melihat perkembangan dan pembangunan Rusia modern, terutama saat era industri dan agrikultur."
Alexander RodchenkoHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFotografer Alexander Rodchenko menciptakan potret berjudul Fire Escape, tahun 1925.
Namun Burdett dan Katznelson tertarik pada aspek lain koleksi foto itu, lebih dari sekedar rekaman sejarah.
"Kami lebih tertarik pada perkembangan estetika fotografi Soviet dan pendekatan artistik mereka: seni konstruktivisme, Kelompok Oktober -- gerakan yang setara dengan Bauhaus di Eropa Barat," kata Burdett.
"Kami memilih karya dari para jagoan bidang ini seperti Arkady Shaikhet, Yakov Khalip, Alexander Rodchenko dan Boris Ignatovich."
Alexander RodchenkoHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionA Girl with Leica, portret karya Alexander Rodchenko tahun 1934.
Elemen sentral dari estetika Soviet ini didikte perpolitikan ketika itu. "Karakteristik umum foto-foto itu adalah kegembiraan palsu soal kejayaan yang mereka abadikan melalui wajah masyarakat."
"Ini aspek potret yang sangat kentara dalam propaganda ini. Ini adalah estetika yang sangat modis karena terlihat ganjil -- foto-foto ini terlihat seperti melodrama," kata Burdett.
Namun ada faktor kunci lain dalam fotografi Soviet yang jauh dari ekspresi kemenangan negara kuat.
"Dalam banyak cara, yang menjadi karakteristik foto-foto itu adalah eksperimen dan improvisasi yang tidak Anda lihat di Barat," kata Burdett.
"Para fotografer Soviet mengembangkan metode lain dengan cara memotong gambar atau mengambil sudut pandang yang tidak biasa -- kerap kali bingkai diagonal, bukan persegi."
"Mereka mengarahkan kamera ke atas atau bawah, ke arah subyek foto, bukan sudut pandang yang lurus. Mereka sering menggunakan teknik montase dan kolase," ujar Burdett.
Yakov KahlipHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto berjudul On Guard, karya Yakov Kahlip, diabadikan tahun 1937,
Para pelaku gerakan konstruktivisme, kata Katznelson, mengidentifikasi diri mereka dengan revolusi politik sebagai seniman inovatif dan berupaya membangun dunia baru dengan kesenian baru.
Kelompok Oktober juga secara radikal mengubah pers. "Selama sepuluh tahun, dari 1925 hingga 1935, fotografi jurnalistik Soviet merupakan yang satu-satunya mencapai tingkat avant-garde di dunia."
Bahkan ketika karya avant-garde itu tak lagi populer, para fotografer Soviet berkarya hingga garis batas mereka.
"Itu adalah periode realisme sosialis -- bentuknya realistis dan berisi pesan sosial. Potret yang diabadikan harus memancarkan optimisme, keinginan untuk berjaya dan pikiran yang tangguh," ujar Katznelson.
Vladislav MikoshaHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionVladislav Mikosha, Morning Exercise, 1937.
Adapun, Burdett menilai kebutuhan besar propaganda di satu sisi mendorong para fotografer itu bereksperimen.
"Fotografer ditantang menciptakan potret yang menampakkan kegembiraan dan hal-hal positif. Jadi banyak potret kehidupan sehari-hari yang diramu dengan cahaya dramatis."
"Pendekatan itu tercipta dengan sudut pengambilan gambar yang tidak biasa. Mengarahkan kamera ke atas atau bawah, ke arah subyek, memberi sudut pandang dramatis pada aktivitas yang direkam," kata Burdett.
"Melalui fotografi Soviet, Anda tidak hanya dapat memahami sejarah, tapi juga perubahan prioritas ideologi mereka. Apa dan bagaimana mereka memotret," ujar Katznelson.
Lev BorodulinHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionFoto Lev Borodulin yang berjudul Diver menjadi sampul Mahalah Ogoniok.
Borodulin menyebut dekade 1960-an, era ketika kebebasan masih terbatas, saat ia ditanya karyanya yang paling ia sukai.
"Barangkali salah satu favorit saya adalah foto yang disensor, yaitu yang berjudul 'bokong terbang' sang pelompat indah."
"Saya mengabadikannya pada tugas Olimpiade pertama saya tahun 1960 di Roma dan itu pertama kalinya saya mengunjungi negara kapitalis."
"Saya sangat bahagia melakukan pekerjaan ini. Saat itu saya baru memulai karier sebagai fotografer di Majalah Ogoniok. Foto itu dipilih menjadi foto sampul," ujarnya.
Lev BorodulinHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionLev Borodulin, Diver, 1960.
Meski begitu, foto itu dikritik Mikhail Suslov, pejabat tidak resmi untuk urusan ideologi partai komunis Soviet yang menulis di koran Pravda.
Borodulin ingat Suslov menulis, "tak elok Ogoniok mempublikasikan foto seperti ini karena terlalu avant-garde dan terlampau formalistik."
Walau begitu, Borodulin menganggap kritik itu sebagai pujian. "Dalam artikel pendek itu, saya disebut sebagai ahli. Mereka berkata 'tak pantas seseorang yang punya nama besar di dunia fotografi seperti Lev Borodulin mengabadikan foto seperti ini'."
Salah satu foto paling baru dalam pameran itu memperlihatkan bagaimana masyarakat Soviet berkembang sejak 1920. Foto itu menawarkan perspektif lain terhadap sejarah negara itu.
Yuri GagarinHak atas fotoATLAS GALLERY
Image captionYuri Gagarin dipotret oleh Igor Snegirev pada April 1961.
"Yang membedakan mereka dengan koleksi foto serupa dari periode yang sama di Amerika Serikat, terutama dari Majalah Life atau Picture Post di Eropa barat adalah, tidak ada satupun foto selebritas," ujar Burdett.
"Tidak ada foto Marilyn Monroe atau Elvis -- tak ada tradisi pesohor. Sampai Anda menemukan foto menakjubkan Yuri Gagarin yang diabadikan tahun 1961."
"Sebelum itu Soviet tak mempunyai orang yang dianggap selebritas. Dalam konteks modernisme, Gagarin adalah orang pertama."
"Gagarin sangat tampan dan terlihat heroik. Dia manusia pertama yang mencapai luar angkasa, jadi dia menjadi sosok pahlawan di Soviet -- dan itu pada tahun 1961 sehingga cukup terlambat dibandingkan perkembangan budaya pop di seluruh dunia."
"Foto Gagarin merupakan karya yang diciptakan paling akhir dibandingkan seluruh foto dalam koleksi itu. Foto itu menjadi pertanda akhir sebuah era," kata Burdett.

SPONSOR