Bahar, tidak henti-hentinya membuat ulah di negeri ini.
Sebelumnya, Bahar dilaporkan ke polisi atas kasus penghinaan terhadap presiden Jokowi, dalam salah satu ceramahnya pada November 2018 yang lalu.
Pelapor Bahar adalah Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid.
Dalam laporannya, Muannas menduga Bahar telah menyampaikan ucapan yang menghina presiden Jokowi, dengan menyebut presiden Jokowi banci.
Menurut Muannas, apa yang disampaikan oleh Bahar dalam ceramahnya tersebut bukanlah ceramah yang beradab, karena isinya melecehkan kepala negara. "Tidak pantas disebut Habib atau ulama kalau berkata kasar penuh kebencian seperti itu," ujarnya.
Menariknya, sesudah berbuat salah, Bahar justru pongah. Menolak meminta maaf kepada presiden Jokowi.
Bahkan saat berorasi di panggung 212, Bahar menuduh presiden Jokowi telah menghianati bangsa.
"Ketika aksi 411, para ulama, Habib, dan massa meminta penegakan hukum seadil-adilnya pada penista agama, yang terjadi sebaliknya. Ulama, Habib, santri dan lainnya yang ingin menemui presiden, malah dihalau dengan gas air mata. Lalu presidennya kabur," kata Bahar dengan nada berapi-api.
Untuk mempertahankan sikapnya yang arogan tersebut, Bahar mengatakan dirinya lebih baik mendekam di penjara dari pada harus meminta maaf ke presiden Jokowi.
Namun, lucunya Bahar yang mengatakan lebih baik busuk di penjara, tapi ketika dipanggil polisi, Senin (3/12) yang lalu, ia mangkir.
Baru hari saja ini Bahar memenuhi panggilan polisi.
Mungkin, karena tidak kuat menanggung malu, sehingga Bahar terpaksa datang memenuhi panggilan polisi yang dikawal oleh puluhan anggota FPI.
Teranyar, muncul berita lagi tentang Bahar, yakni Bahar diduga mempersekusi dua anak dibawah umur. Kedua anak yang diduga telah menjadi korban pemukulan Bahar tersebut bernama Muhammad Hoerul Uman Al Muzaqi (17) dan Jabar (18), yang merupakan warga Bogor, Jabar.
Akibat ulahnya itu, Bahar dilaporkan lagi ke polisi (6/12), dengan dugaan penganiayaan terhadap anak dibawah umur.
Berdasarkan laporan yang bernomor LP/B/1125/XI/1/2018 tersebut diterangkan bahwa Bahar bersama dua orang lainnya, yakni Habib Agil Bin Yahya dan Habib Husen Alatas melakukan persekusi terhadap anak-anak.
Penganiayaan oleh Bahar dkk tersebut dilakukan pada 1 Desember 2018 sekitar pukul 11.00 WIB, di Pondok Pesantren Tajul Alawiyin di Kampung Kemang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Dalam video yang beredar di jejaring sosial whatsapp, yang diduga terkait penganiayaan yang dilakukan oleh Bahar, terlihat ada dua anak dalam kondisi berdarah dan lebam.Di video tersebut juga terdengar ada seorang pria bertanya kepada kedua anak tersebut soal alasan mengaku-ngaku sebagai Habib.
Karena tindakan kekerasan Bahar itu dilakukan kepada anak-anak, maka Bahar dilaporkan atas dugaan pidana secara bersamaan, yakni melakukan kekerasan terhadap orang lain dan penganiayaan terhadap anak. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 170 KUHP dan/atau 351 dan atau Pasal 80 UU 35/2014 Tentang Perlindungan Anak.
Preman berkedok ulama
Apa yang dilakukan oleh Bahar ini, mencaci maki presiden dan diduga menganiaya anak-anak, bertentangan dengan sikap dan prilaku ulama yang sesungguhnya.
Ulama sejati tidak pernah mencaci-maki orang lain.
Jangankan mencaci-maki, berkata kasar terhadap orang lain saja ulama tidak pernah.
Ulama menghargai dan menghormati orang lain. Karena, ia berkeyakinan bahwa semua yang ada di muka bumi ini adalah ciptaan Tuhan. Sehingga, ketika ciptaan Tuhan dicaci-maki dan dihina, itu berarti juga menghina Tuhan sang pencipta.
Ulama sejati juga berkeyakinan Islam itu rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam). Sehigga dalam bertindak dan bersikap harus memberikan kesejukan dan kedamaian bagi semesta alam.
Jangankan manusia, hewan pun sangat dihormati dalam Islam, yakni kita dilarang menyiksa hewan. Dan ketika hendak memotong hewan pun ada abab dan tata caranya, agar hewan tersebut tidak tersiksa ketika dipotong.
Sehingga, dapat disimpulkan, yang Bahar lakukan terhadap presiden Jokowi dan anak-anak tersebut bukanlah prilaku ulama. Tapi prilaku preman yang tidak punya adab, sopan-santun dan tata krama.
Jadi, jaman sekarang, mencari ulama sebagai panutan juga harus ekstra hati-hati. Harus diperhatikan terlebih dahulu prilakunya sehari-hari. Mencerminkan ulama yang sesungguhnya atau bukan. Atau jangan-jangan preman yang berkedok ulama.
Julukannya saja ulama, tapi kelakukannya bejat, lebih keji daripada setan.
Sumber :
- Image : https://www.publica-news.com
No comments:
Post a Comment