Mewabahnya pengaturan pertandingan, kekerasan, dan korupsi sepak bola Indonesia kembali menimbulkan kekhawatiran, setelah terungkapnya suap yang dilakukan oleh seorang eksekutif PSSI. Pengamat mengatakan bahwa para penggemar sepak bola telah menjadi terbiasa dengan salah urus dan korupsi dalam permainan, di mana pengaturan pertandingan dianggap sebagai “rahasia umum”. Kekurangan dana, konflik kepentingan dalam PSSI, dan penegakan hukum yang lemah, semuanya menjadikan olahraga ini sebagai “sasaran empuk” untuk sindikat kejahatan.
Oleh: AFP/Channel NewsAsia
Perjuangan panjang sepak bola Indonesia dalam melawan korupsi kembali memanas, setelah pihak berwenang berani melakukan tindakan keras baru-baru ini, setelah seorang pejabat senior tertangkap berusaha menyuap pelatih. Inilah skandal terbaru di liga yang namanya tercoreng karena salah urus dan hooliganisme (kerusuhan,bullying, vandalisme) yang mematikan.
Namun, karena adanya praktik pengaturan pertandingan, kekerasan, dan korupsi yang merebak di semua tingkat permainan selama bertahun-tahun, para analis mengatakan bahwa negara Asia Tenggara tersebut perlu melakukan lebih dari sekadar “janji-janji manis” untuk mengatasi masalah yang mewabah.Awal bulan ini, seorang anggota eksekutif dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengundurkan diri, setelah sebuah acara bincang-bincang televisi populer menyiarkan rekaman dia menawarkan pelatih Madura FC suap sekitar $10.000 dalam pertandingan divisi kedua.
Hidayat—yang seperti kebanyakan orang Indonesia yang hanya menggunakan satu nama—telah dijatuhi hukuman larangan tiga tahun berkiprah di sepak bola dan didenda oleh komite disiplin PSSI.
“Pengaturan pertandingan ada di mana-mana, di liga 1, 2, dan 3. Masalahnya adalah bahwa masalah pengaturan pertandingan tidak pernah diselesaikan dan (pelaku) tak dihukum dengan benar,” kata analis sepak bola Akmal Marhali kepada AFP.
PSSI mengumumkan pembentukan gugus tugas khusus untuk mengatasi tuduhan pengaturan pertandingan menyusul skandal tersebut, dan menjanjikan tindakan tegas terhadap kecurangan.
Tapi kritikus seperti Marhali mengatakan bahwa perlu ada lebih dari sekadar “janji-janji manis” untuk memecahkan masalah yang sejauh ini tampaknya tidak masuk akal dari pihak berwenang Indonesia.
“Pelaku merasa seperti mereka memiliki kekebalan hukum karena tidak ada penegakan hukum,” kata Marhali
RAHASIA UMUM
Tuduhan pengaturan pertandingan telah menghantui sepak bola Indonesia selama beberapa dekade.
Bek asal Indonesia, Mursyid Effendi, diberi larangan bermain seumur hidup oleh FIFA setelah mencetak gol bunuh diri di pertandingan Piala Tiger melawan Thailand pada tahun 1998.
Manajer Bontang FC yang berbasis di Kalimantan, Camara Fode, menerima larangan melatih seumur hidup karena memerintahkan timnya untuk kalah melawan PSLS Lhokseumawe dari Aceh, dalam pertandingan Liga Primer pada tahun 2013. Pemain dari kedua tim juga ditangguhkan.
Tahun berikutnya, beberapa pemain dari PSS Sleman dan PSIS Semarang dilarang bermain seumur hidup setelah mencetak lima gol bunuh diri di menit akhir pertandingan, untuk menghindari pertandingan playoff.Para penggemar sepak bola telah menjadi terbiasa dengan salah urus dan korupsi dalam permainan, di mana pengaturan pertandingan dianggap sebagai “rahasia umum,” kata Dex Glenniza, editor pengelola situs web Pandit Football, mengatakan kepada AFP.
Pemain, wasit, dan administrator klub semuanya terlibat dalam kecurangan pertandingan, katanya, dan menambahkan bahwa meskipun perjudian adalah ilegal di Indonesia, namun penggemar sering bertaruh melalui situs web perjudian internasional atau bandar judi lokal.
Glenniza mengatakan bahwa kekurangan dana untuk gaji pemain dan operasi klub, konflik kepentingan dalam PSSI, dan penegakan hukum yang lemah, semuanya menjadikan olahraga ini sebagai “sasaran empuk” untuk sindikat kejahatan.
Azwan Karim—yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PSSI antara tahun 2014 dan 2016—mengatakan bahwa PSSI tidak dapat mengatasi masalah itu sendirian.
“PSSI hanya bisa menggunakan prosedur pengadilan sepak bola,” katanya kepada AFP.
“Agar terdapat efek jera, pemerintah harus dilibatkan—terutama polisi.”
AWAL MULA MASALAH DI PSSI
Meskipun memiliki profil internasional yang rendah, namun Indonesia telah menarik beberapa pemain Premier League, termasuk mantan bintang Chelsea Michael Essien dan gelandang Tottenham Hotspur Didier Zokora.
Namun sepak bola Indonesia telah ternoda di panggung global oleh sejumlah masalah selama bertahun-tahun—termasuk gaji yang tidak dibayar berbulan-bulan dan kematian setidaknya dua pemain asing yang tak mampu membayar perawatan medis.
Tindakan-rindakan eksplosif oleh asosiasi domestik dan pemerintah, mendorong FIFA untuk melarang Indonesia mengikuti kompetisi internasional pada tahun 2015. Larangan itu dicabut tahun lalu.
Seolah-olah menggarisbawahi perjuangan sepak bola Indonesia dalam menghadapi korupsi, mantan ketua PSSI, Nurdin Halid, pernah menjalankan organisasi tersebut dari sel penjara tempat dia menjalani hukuman atas tuduhan korupsi yang tidak terkait.
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir juga mendapatkan reputasi sebagai negara sepak bola paling penuh kekerasan di Asia.
Pada bulan September, pendukung klub Persija Jakarta yang berusia 23 tahun Haringga Sirla, dipukuli sampai mati oleh pendukung klub rivalnya, Persib Bandung, di luar stadion di Bandung.
Wakil Ketua PSSI Joko Driyono, mengatakan bahwa asosiasi tersebut tidak memiliki toleransi untuk pengaturan pertandingan, dan siap untuk bekerja dengan pihak penegak hukum tentang masalah ini.
Namun, beberapa pengamat permainan Indonesia meragukan ini akan menghasilkan tindakan tegas.
“Tidak ada lagi pilih kasih, siapa pun yang melanggar kode etik dan integritas sepak bola harus dihukum,” kata Marhali, yang menjalankan organisasi pengawas sepak bola Save Our Soccer.
“PSSI seharusnya tidak lagi melindungi mereka yang terlibat dalam pengaturan pertandingan—kami tahu bahwa beberapa dari mereka yang terlibat adalah orang-orang PSSI.”
Keterangan foto utama: Sebuah skandal baru telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang perjuangan Indonesia dalam melawan korupsi di dunia sepak bola yang sudah lama berlangsung. (Foto: AFP/Adek Berry)
No comments:
Post a Comment